Aktivitas
The Legacy of Multatuli in Indonesia
This festival showcases a wide array of artistic and cultural expressions inspired by Max Havelaar. There’s a buffalo parade, reflecting the deep loss experienced by a young couple from Lebak, Saidjah and Adinda, as victims of colonial injustice in Max Havelaar. There are theatrical performances based on Max Havelaar, symposia on postcolonial ideas and reinterpretations of the novel, and film festivals that help young people in Lebak delve deeper into cinematography. We also staged an opera titled Saidjah and Adinda features real buffaloes on stage.
Multatuli di Indonesia
Museum Multatuli memiliki tagline “Museum Antikolonial Pertama di Indonesia”. Memiliki tujuh ruangan dengan benang merah pada novel Max Havelaar yang terkenal. Ruangan pertama selamat datang. Ruang kedua masuknya kolonialisme ke Nusantara. Ruangan ketiga tanam paksa. Ruang keempat Multatuli dan karyanya. Ruang kelima tentang Banten. Ruang keenam Lebak, dan terakhir Rangkasbitung di ruang ketujuh.
Galeng Mencari Idayu
Ladalillah, di pertemuan pekan ke-31 ini kami malah menemukan percakapan panjang antara Idayu dan Pada.
Pada Menikahi Sabarini
Pekan ke-40 membaca novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer bersama komunitas Baca di Rangkas.
Reading Group Multatuli
“Reading group ini membaca intensif. Anak-anak di kampung Ciseel ini bisa belajar sastra, mengenal sastra dunia, meskipun mereka berada di daerah yang tidak ada dalam peta. Namun pengetahuan mereka, bacaan mereka bacaan kelas dunia. Max Havelaar. Mengapa harus reading formatnya? Karena cara belajar sastra yang murah, massal, dan ada nilai sosialnya, ya reading group” “Format […]





